Anggota Komisi VI DPR-RI Azham Azmannatawijaya menyatakan Kementerian BUMN harus menyerahkan tanda legalitas pengangkatan direksi termasuk Yulian.
"Bapak keluar saja. Kan tidak bisa begitu, harus clear, jadi nggak bisa rapat dengan DPR seperti itu," ungkapnya pada acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR RI, Senayan, Selasa (26/3/2013)
Ia menitik beratkan pada undang-undang yang telah mengatur tata cara pemilihan direksi. Menurutnya, Yulian tidak berhak memberikan tanggapan apapun terkait rapat dengar pendapat ini.
"Bapak nggak ada hak untuk bicara karena tidak jelas, SK (surat keputusa) nya mana. Kan saya sudah minta dari lama ke Kementerian BUMN ya tapi sampai sekarang tidak dibawa," tegas Azham
Satu jam rapat berjalan, Yulian tidak meninggalkan rapat. Ia hanya dipersilahkan untuk duduk dan mendengarkan rapat. Kemudian jika ada kebutuhan data, maka pihak Kementerian BUMN yang harus menjelaskan.
Deputi BUMN Manufaktur dan Strategis Dwiyanti menuturkan bahwa surat tersebut memang tidak dibawa karena dalam rapat ini pembahasan tidak seputar PT Garam. Namun, lebih kepada konflik lahan dengan asosiasi petani garam Madura.
"Hari ini kelupaan dibawa, tapi sekarang saya sudah minta di fax," terangnya dikesempatan yang sama.
Agenda RDP membahas tuntutan dari para petani garam terhadap hak menggarap lahan dari PT Garam di Madura. Kasus ini sudah berlangsung dari tahun 1986 saat habisnya masa pinjam BUMN atas lahan peninggalan Belanda yang telah berlangsung selama 50 tahun.
Yulian sebelumnya diminta untuk menanggapi tuntutan asosiasi petani oleh pimpinan sidang Komisi VI Airlangga. Tampak hadir selain yang disebutkan diatas adalah staf Kementerian Perindustrian.
Sebelumnya nama PT Garam disebut-sebut sebagai BUMN yang pernah 'dipalak' oleh oknum DPR terkait penyertaan modal negara (PMN). Pada waktu itu, PT Garam masih dipimpin oleh dirut sebelumhya yaitu Slamet Untung Irredenta